Oleh: U Sikkhananda Andi Kusnadi
Dahulu kala ada seorang pengusaha yang
sering berkelana dalam melakukan bisnisnya. Suatu ketika dia harus melalui
sebuah hutan lebat untuk menuju tempat mitra bisnisnya. Ketika di dalam hutan
dia bertemu seekor harimau yang lapar. Dia pun harus berlari untuk
menyelamatkan dirinya dari harimau tersebut. Tentu saja bila dia terus berlari
dia akan tertangkap karena harimau bisa berlari lebih cepat. Dia sangat
beruntung karena melihat sebuah sumur tua dan ia segera memutuskan untuk
melompat ke sumur tersebut. Sumur tersebut ternyata memang cukup dalam, tapi
dia beruntung karena dia tersangkut di akar pohon besar yang keluar dari
dinding sumur tersebut. Harimau yang mengejarnya mengaum di tepi bagian atas
dinding sumur tersebut. Pengusaha tersebut berpikir betapa sangat beruntungnya
dia karena dia telah selamat dari terkaman harimau.
Setelah menenangkan dirinya dia
melihat-lihat ke dasar sumur tersebut. Betapa terkejutnya dia ketika melihat
ada 3 ekor ular kobra di dasar sumur yang telah kering tersebut. Dia berpikir,
“Andai saja tak ada akar pohon ini pastilah aku akan di gigit ular kobra dan
pasti meninggal.” Sekali lagi dia bersyukur bahwa dirinya sangatlah beruntung
karena dia tersangkut di akar pohon. Di atas sumur harimau masih mengaum
menunggunya. Dia juga melihat ada dua ekor tikus sedang berada di bagian
pangkal akar pohon yang keluar dari dinding sumur dan mengerat akar tersebut.
Tapi karena akar tersebut cukup besar dia masih tidak begitu khawatir akar
tersebut bisa putus. Maka dia putuskan untuk meneruskan istirahatnya sambil
mengharapkan ada seseorang yang datang ke sumur tersebut.
Tepat di atas lubang sumur, ada sarang
lebah yang menggantung di ranting pohon besar yang akarnya keluar di dinding
sumur tersebut. Karena ada angin yang cukup kencang, ada bagian dari sarang
lebah tersebut yang pecah. Dari bagian yang pecah tersebut, madu menetes dan
mengenai pengusaha yang sedang istirahat di akar pohon. Maka dia terjaga dari
istirahatnya dan sekali lagi berucap syukur. Dalam keadaan seperti ini, saat
perut lapar dan terkurung dalam sebuah sumur tua ada makanan datang kepadaku. Tentu
saja dengan senang hati dia membuka mulutnya sehingga tetesan madu tersebut
jatuh ke mulutnya. Nikmat sekali rasa madu tersebut. Maka dia pun kembali
bersyukur karena menyadari bahwa dirinya adalah seorang yang sangat beruntung.
Tidak berapa lama, terdengar suara letusan
senjata. Ternyata ada pemburu yang telah menembak harimau yang berada dekat
sumur tersebut. Harimau tersebut pergi melarikan diri. Mengetahui ada suara
senapan, maka si pengusaha berteriak meminta tolong. Karena ingin mengetahui
jejak larinya harimau, si pemburu memutuskan pergi mendekati sumur. Setelah
agak dekat dengan sumur, si pemburu pun mendengar teriakan si pengusaha.
Melihat ada seseorang yang terjebak dalam sumur maka pemburu tersebut
mengulurkan tali tambang untuk menyelamatkannya. “Naiklah, Aku akan mengejar
harimau kembali,” teriak si pemburu.
Si pengusaha berteriak keras sekali
mengungkapkan perasaan gembiranya karena akhirnya dia akan dapat selamat keluar
dari dalam sumur tersebut. Karena masih lelah dan lapar, serta adanya tetesan
madu yang nikmat, maka dia putuskan untuk meneruskan dahulu memakan tetesan
madu di akar pohon tersebut. Sayang sekali keberuntungan tidak selamanya
berpihak kepada si pengusaha tersebut. Sehingga saat dia sedang menikmati
kenikmatan tetesan madunya, tiba-tiba akar pohon yang dikerat tikus tersebut
akhirnya putus juga. Si pengusaha itu jatuh ke dalam sumur tanpa sempat meraih
tali tambang yang telah diulurkan oleh si pemburu. Akhirnya dia meninggal di
dasar sumur karena digigit ular kobra.
Makna dari cerita ini, dikejar harimau
berarti kita selalu dikejar umur tua karena setiap kali matahari terbenam, maka
usia kita berkurang satu hari. Akan tetapi kita selalu berlari dari kenyataan
ini (bersembunyi masuk ke sumur). Contohnya, mencari kesenangan-kesenangan
indera seperti menonton, menari, menyanyi, dan yang lainnya. Rambut memutih,
kulit menjadi keriput, gigi tanggal, berbagai penyakit menyerang, sehingga
penderitaan semakin terasa bagai tikus yang terus menggigiti akar pohon tempat
pengusaha tersebut bergantung. Kita tidak ingat bahwa pemburu (Sang Buddha dan
para muridnya yang mulia, ariya) telah mengulurkan tali tambang (meditasi
vipassanā) untuk membantu kita keluar dari sumur dengan selamat.
Akhirnya si pengusaha jatuh ke dasar sumur
dan meninggal digigit oleh ular kobra (anicca, dukkha, anatta). Tak ada satu
orang pun yang mengatakan, “Saya sudah cukup hidupnya/umurnya, saya ingin
meninggal sekarang.” Semua ingin terus hidup, satu hari lagi, satu bulan lagi,
satu tahun lagi, dan seterusnya. Hal ini dikarenakan mereka ingin terus
menikmati kesenangan indera (tetesan madu). Kita tidak pernah ingat dengan
harimau, tikus, kobra, dan pemburu yang telah mengulurkan tali tambang. Bila
masih ingin menikmati madu tersebut jangan lupa harus meraih tambang talinya
terlebih dahulu. Bila telah memegang tali, setidaknya kita tidak akan jatuh ke
dasar sumur. Tapi kita tak cukup hanya memegang tali tambang saja, kita harus
keluar dari sumur agar terbebas dari penderitaan lingkaran kehidupan ini (umur
tua, sakit, dan kematian) dengan tidak terlahir kembali. Berlatihlah dengan
penuh semangat hingga mencapai nibbanā dan jangan sampai meniru pengalaman
pengusaha tersebut
Kesimpulannya adalah selagi kita hidup dan
mempunyai kesempatan untuk menyelamatkan diri dari penderitaan kehidupan ini,
gunakanlah kesempatan tersebut sebaik-baiknya. Kebanyakan dari kita selalu
berpikir kita tak sempat (tak ada waktu) untuk melakukan hal yang berguna untuk
pembebasan diri dari penderitaan/ ketidakpuasan (dukkha). Selalu saja berkata,
besok saja, minggu depan saja, bulan depan saja, tahun depan saja, nanti saja
bila anak saya telah nikah, dll. Kita tak tahu kapan ajal menjemput. Setiap
matahari terbenam, kita tak sadar bahwa umur kita telah berkurang satu hari.
Tentu kita tak mau mempunyai nasib seperti pengusaha dari cerita ini.
Cobalah untuk mempraktikkan meditasi
vipassanā, JANGAN TUNDA-TUNDA KESEMPATAN, KARENA KITA TAK TAHU KAPAN AJAL
MENJEMPUT.
Referensi:
Cerita ini diambil dari ceramah Sayadaw
Nanda Siddhi dan ditulis kembali oleh U Sikkhananda Andi Kusnandi
No comments:
Post a Comment