Therāvāda adalah salah satu kelompok yang muncul seiring
dengan perkembangan Buddhasāsana. Therāvāda berasal dari dua kata, yaitu therā yang berati sesepuh dan vāda yang berarti ajaran. Dengan
demikian Therāvāda memiliki pengertian sebagai ajaran para sesepuh. Para
cendekiawan Buddhis sepakat bahwa ajaran Therāvāda banyak berisi ajaran-ajaran
awal dari Buddha.
Dalam beberapa abad, Buddhisme Theravāda
telah berkembang pesat di daerah benua Asia, khususnya Asia Selatan. Beberapa
negara yang menjadi tempat berkembangnya Buddhisme Therāvāda adalah Thailand,
Myanmar, Kamboja, Laos, dan Sri Lanka. Sekarang Buddhisme Therāvāda juga mulai
berkembang pesat di Eropa dan negara-negara Barat lainnya.
Banyak
Buddhisme, Satu Dhamma-Vinaya
Buddha, Yang Tercerahkan, mengatakan
bahwa ajaran yang dibabarkan oleh Beliau disebut sebagai Dhamma-Vinaya (ajaran dan peraturan disiplin). Untuk melestarikan Dhamma-Vinaya tersebut sehingga dapat
bermanfaat bagi kebahagian semua makhluk, Buddha membentuk Saṅgha yang merupakan kumpulan dari para bhikkhu dan juga bhikkhūṇi.
Mereka adalah orang-orang yang telah bertekad melepaskan hidup duniawi dan
melatih diri untuk mencapai pembebasan mutlak (Nibbāna) sesuai dengan petunjuk Buddha. Selain itu, terdapat upassaka dan upassika yang merupakan pengikut awam Buddha. Mereka adalah
orang-orang yang melaksanakan Dhamma-Vinaya
namun belum meminggalkan kehidupan duniawi.
Ketika Dhamma-Vinaya berkembang setelah Buddha Mahāparinibbāna, Saṅgha
berusaha melestarikan ajaran tersebut ke berbagai penjuru dunia. Dhamma-Vinaya mulai menyebar keluar dari
India. Namun demikian, terdapat efek yang tidak dapat dihindari dari penyebaran
Dhamma-Vinaya keberbagai penjuru
dunia tersebut, yaitu perbedaan interpretasi dari Dhamma-Vinaya oleh masing-masing pendengar yang memiliki perbedaan
kebiasaan, adat, tradisi, dan kondisi lingkungan. Hal ini kemudian memicu
munculnya berbagai sekte dalam agama Buddha.
Theravādā adalah salah satu sekte yang
berkembang di daerah Selatan India, oleh karena itu, Therāvāda juga biasa
disebut sebagai Buddhisme Selatan. Sementara itu, terdapat sekte Mahāyāna yang
merupakan kumpulan sekte yang berkembang di daerah Utara India kemudian
menyebar ke Cina, Jepang dan daerah lainnya di Utara, yang kemudian biasa
disebut sebagai Buddhisme Utara. Berbagai macam perbedaan mungkin ditemukan
dalam sekte Therāvāda dan Mahāyāna, namun demikian, esensi Dhamma-Vinaya diyakini tetaplah sama.
Pāḷi:
Bahasa yang digunakan Buddhisme Therāvāda
Bahasa yang digunakan oleh Buddhisme
Therāvāda adalah bahasa Pāḷi. Bahasa Pāḷi adalah bahasa Indo-Aryan yang biasa
digunakan ketika Buddha membabarkan ajaran-Nya. Setelah Buddha wafat, Bhikkhu
Ananda (seorang bhikkhu pendamping
Buddha dan mampu mengingat seluruh khotbah Buddha) mengulangi ajaran Buddha
dengan ciri khas menambahkan kalimat “Evamme
Sutaṁ,” yang berarti “Demikianlah yang telah saya dengar.”
Ajaran ini kemudian diturunkan kepada
generasi penerus secara oral. Bahasa yang digunakan pun tetap sama, yaitu
menggunakan bahasa Pāḷi. Namun sesuai dengan perkembangan zaman, dirasakan ada
kebutuhan untuk membuat ajaran tersebut dalam bentuk tertulis yang sistematis. Dhamma-Vinaya ini kemudian ditulis dalam
bahasa Pāḷi yang terbagi dalam tiga kelompok, yaitu Vinaya Piṭaka-berisi peraturan kedisiplinan yang digariskan oleh
Buddha; Sutta Piṭaka-berisi kumpulan
khotbah Buddha, dan Abhidhamma Piṭaka-berisi
kumpulan analisis Dhamma yang
mendalam. Ketiga bagian tersebut kemudian dikenal dengan nama Tipiṭaka.
Pāḷi adalah bahasa oral yang pada
awalnya tidak memiliki huruf. Namun demikian bahasa Pāḷi tetap dituliskan dalam
naskah Tipiṭaka dengan merujuk pada
cara baca. Sementara itu, huruf yang digunakan bisa saja menggunakan huruf
daerah masing-masing. Kini Tipiṭaka
telah banyak diterjemahkan dalam berbagai macam bahasa, namun demikian, belajar
bahasa Pāḷi akan memberikan pemahaman yang lebih mendalam tentang makna atau
arti yang terkandung dalam naskah Tipiṭaka.
Memang kenyataannya, tidak ada
seorangpun yang dapat membuktikan apakah Buddha membabarkan ajaran dengan
menggunakan bahasa Pāḷi. Namun demikian, hal itu bukanlah hambatan bagi
seseorang yang hendak mempelajari ajaran Buddha dan mempraktikkannya dalam
kehidupan sehari-hari. Tipiṭaka
bukanlah seperti kitab suci dari agama lain yang harus dipercaya sebagai dasar
iman. Tipiṭaka adalah kumpulan ajaran
Buddha yang mana harus dibuktikan, dipraktikkan, sehingga pelaksananya dapat
membuktikan sendiri kebenaran ajaran Buddha.
Referensi:
No comments:
Post a Comment