Pada periode awal Saṅgha terbentuk, jumlah bhikkhu
tidak begitu banyak. Hal tersebut menyebabkan sangat mudah untuk dapat
mengontrol perilaku para bhikkhu.
Namun, seiring dengan bertambahnya jumlah bhikkhu,
maka mulai muncul berbagai macam kesulitan untuk mengawasi perilaku dari bhikkhu yang masih baru ditahbiskan.
Oleh karena itu, Buddha memperkenankan peraturan nissaya bagi para bhikkhu.
Para bhikkhu sedang memohon nissaya |
Pengertian
Nissaya
Terdapat tiga tingkatan bhikkhu jika dikelompokkan menurut masa
waktu lamanya seseorang ditahbiskan menjadi bhikkhu
atau menjalani hidup sebagai pabbajjita.
Tingkat pertama adalah seorang bhikkhu
yang baru ditahbis sampai dengan menjalani kurang dari lima vassa, ia disebut sebagai navaka bhikkhu atau bhikkhu yang masih baru atau masih muda. Kelompok kedua adalah majjhīma bhikkhu, yaitu bhikkhu yang
menjalani lima vassa sampai kurang
dari sepuluh vassa. Kelompok yang
terakhir adalah thera yang berarti
yang patut dicontoh atau sesepuh. Bhikkhu
yang berada pada kelompok thera ini
adalah bhikkhu yang minimal telah
menjalani sepuluh vassa.
Di antara ketiga kelompok tersebut, navaka bhikkhu adalah para bhikkhu
yang harus mendapat bimbingan oleh kelompok bhikkhu
thera. Setiap navaka bhikkhu wajib meminta bimbingan untuk tinggal bersama upajjhāya, yaitu bhikkhu thera yang menahbiskan atau yang membimbing. Metode ini
disebut metode ketergantungan dari para bhikkhu
muda kepada bhikkhu pembimbing, yang
disebut sebagai nissaya.
Untuk selanjutnya, bhikkhu muda yang memohon bimbingan disebut sebagai saddhīvihārika. Saddhīvihārika juga berarti sebagai siswa yang tinggal bersama
dengan pembimbing. Sedangkan bhikkhu
pembimbing disebut sebagai upajjhāya
yang berarti instruktur. Ketergantungan ini diberlakukan kepada bhikkhu muda karena dianggap cenderung tidak dapat mengerti Dhamma Vinaya secara menyeluruh dalam waktu yang singkat.
Syarat
Menjadi Instruktur
Secara umum, bhikkhu yang telah menjalani sepuluh vassa dikelompokkan sebagai thera.
Seorang thera dianggap telah mampu
membimbing para bhikkhu baru. Namun
terrdapat dua kualifikasi yang merangkum syarat-syarat menjadi seorang mentor
atau upajjhāya. Kualifikasi yang
pertama disebut kualifikasi ideal dan yang kedua adalah kualifikasi minimal.
Mentor dengan kualifikasi ideal adalah
mentor yang memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
- Arahat.
- Memiliki konsentrasi, pengetahuan pelepasan, mencapai pelepasan.
- Mampu membimbing orang lain untuk mencapai tingkatan yang sama dengan dirinya.
- Memiliki saddhā, hiri, ottapa, tekun, penuh perhatian.
- Bebas dari pelanggaran berat dan ringan, serta memiliki pandangan benar.
- Mampu menghilangkan ketidak-puasan siswanya dalam kehidupan sebagai pabbajita.
Sedangkan mentor dengan kualifikasi
minimal adalah mentor yang memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
- Terpelajar dan cerdas.
- Cukup kompeten menghilangkan kecemasan para siswa.
- Cukup kompeten dalam mengetahui mana yang mengakibatkan pelanggaran dan mana yang bukan pelanggraran.
- Memiliki pengetahuan yang rinci mengenai patimokkha.
- Mampu mencegah siswanya berpandangan salah
- Minimal telah menjalani sepuluh vassa.
Dalam hal ini jika seorang bhikkhu
tidak memenuhi kualifikasi minimal kemudian bertindak sebagai mentor bagi bhikkhu lain, maka ia melakukan
pelanggaran dukkata. Kemudian
lebih lanjut dijelaskan bahwa seorang
bhikkhu yang tidak memenuhi
kualifikasi ideal, namun memenuhi kualifikasi minimal, maka ia dikatakan bukan
mentor yang ideal, meskipun hal ini masih diperkenankan dan bukan apatti.
Prosedur
Permohonan Nissaya
Bhikkhu
muda yang hendak memohon nissaya
harus melakukan hal-hal berikut ini:
- Seorang bhikkhu mengatur jubahnya sedemikian rupa
hingga bahu kanan terbuka dan bahu kiri tertutup.
- Ia menemui calon Upajjhāya, memberi hormat, dan
beranjali.
- Ia mengucapkan syair permohonan, “Upajjhāyo me
Bhante hohi,” yang berarti “Mohon Bhante berkenan menjadi Upajjhāya saya.”
- Jika kepada Achāriya, maka ia harus
mengucapkan, “Achāriyo me Bhante hohi, ayasmato nissaya vacchami, yang
berarti, "Bhante, jadilah guru saya. Saya akan hidup bergantung pada
Anda."
Setelah semua hal itu dilakukan, maka upajjhāya dan achāriya kemudian bisa menjawabnya, “Sāhu (sangat baik),
lāhu (tentu), opanayikaṃ (baiklah), patirupaṃ (itu benar),
pasadikena sampadehi (saya akan mengajarmu).”
Sejak saat itulah maka siswa mulai bergantung pada instrukturnya.
Hubungan
Saddhīvihārika dengan Upajjhāya
Buddha menggariskan peraturan bahwa saddhīvihārika dan upajjhāya haruslah hidup saling membantu. Seorang upajjhāya hendaknya memperlakukan saddhīvihārika seperti anaknya sendiri.
Demikian pula seorang saddhīvihārika
hendaknya menganggap upajjhāya
sebagaimana ayahnya sendiri. Apabila keduanya hidup dengan baik dan saling
membantu, hal itu akan membawa pada kemajuan Dhamma Vinaya.
Adapun tugas dari seorang saddhīvihārika (siswa) kepada
pembimbingnya adalah:
- Menyediakan kebutuhan pribadinya.
- Membantu mentor dalam setiap masalah yang
mungkin
berkaitan dengan Dhamma dan Vinaya.
- Mencuci, mencelup, dan mewarna jubah mentornya
- Memperlihatkan loyalitas dan rasa hormat
kepadanya.
- Merawat mentornya ketika sakit, tidak
meninggalkannya sampai beliau sembuh atau meninggal.
Sedangkan tugas upajjhāya (instruktur) kepada siswanya adalah:
- Memberikan pendidikan Dhamma dan Vinaya padanya.
- Menyediakan barang-barang kebutuhan.
- Melayani siswanya ketika sedang siswanya sakit.
- Membantu menyelesaikan masalah siswanya dengan
hal yang berkaitan dengan Dhamma dan Vinaya.
- Mengajarkan kepada siswanya cara mencuci,
membuat, dan mewarnai jubah.
- Merawat siswanya yang sakit hingga sembuh atau sampai
ia meninggal.
Penghentian
Nissaya
Buddha memberikan wewenang kepada upajjhāya untuk menghentikan nissaya kepada saddhīvihārika. Penghentian nissaya
biasanya diberlakukan kepada bhikkhu
muda yang memiliki perilaku yang tidak baik dan keras kepala. Oleh karena itu,
perlu dipahami bahwa penghentian nissaya
ini dilakukan oleh bhikkhu instruktur
kepada siswanya.
Adapun sebab-sebab yang membuat seorang upajjhāya menghentikan nissaya kepada saddhīvihārika adalah:
- Saddhīvihārika tidak memiliki kasih sayang kepada instrukturnya.
- Saddhīvihārika tidak memiliki keyakinan kepada instrukturnya.
- Saddhīvihārika tidak memiliki rasa malu terhadap gurunya.
- Saddhīvihārika tidak menghormati gurunya.
- Saddhīvihārika tidak berkembang dibawah asuhan gurunya.
Gugurnya
Nissaya
Selain nissaya dapat dihentikan, nissaya
juga dapat gugur. Perbedaannya adalah penyebab penghentian nissaya berasal dari perilaku siswa yang tidak baik. Sedangkan
gugurnya nissaya lebih cenderung disebabkan
oleh perilaku instruktur. Adapun hal-hal yang menyebabkan gugurnya nissaya adalah:
- Upajjhāya atau achāriya meninggalkannya untuk bermalam di tempat terpisah tanpa pemberitahuan sebelumnya.
- Upajjhāya atau achāriya lepas jubah.
- Upajjhāya atau achāriya meninggal.
- Upajjhāya atau achāriya pergi dan menganut keyakinan lain.
- Upajjhāya atau achāriya memberi perintah kepada siswanya untuk pergi.
Dalam hal ini, bhikkhu muda tersebut hendaknya segera memohon ketergantungan
kepada bhikkhu instruktur yang lain.
Dengan demikian, bhikkhu muda itu
masih dapat memperoleh bimbingan Dhamma
Vinaya dari bhikkhu yang lainnya.
Pembebasan
Sementara Nissaya
Dalam
kondisi tertentu, bhikkhu baru dapat
bebas dari nissaya untuk sementara
waktu. Hal-hal yang memungkinkan sebagai kondisi untuk bebas sementara dari nissaya misalnya ketika seorang bhikkhu sedang melakukan perjalanan jauh
sehingga harus terpisah dengan uppajjhāya.
Contoh yang lain misalnya ketika seorang bhikkhu
sedang sakit sehingga tidak bisa memohon nissaya.
Bisa juga karena sedang
merawat orang sakit yang menyebabkan bhikkhu muda tersebut tidak dapat pergi ke tempat bhikkhu senior untuk mengambil nissaya.
Terakhir,
jika seorang bhikkhu tinggal
sendiri di hutan, bermeditasi, dan merasa nyaman dengan kesendiriannya.
Referensi
Vajirañāṇavarorasa, Somdet Phra Mahā Samaṇa Chao
Krom Phrayā. 1973. The Entrance to The
Vinaya, Vinayamukha Volume Two. Bangkok: Mahāmakut Rājavidyālaya Press.
No comments:
Post a Comment