Wednesday, 12 March 2014

PERATURAN BHIKKHU TENTANG CARA MENGATUR PENGGUNAAN ALAT-ALAT KEBUTUHAN (PARIKKHĀRA) Bagian 2

Alat-alat kebutuhan bhikkhu tidak hanya terbatas sampai pada jubah (cīvara) saja. Setelah tiga jenis jubah, alat-alat kebutuhan bhikkhu yang lainnya adalah nisīdana (kain duduk); patta (mangkok); seperangkat jarum dan benang, ikat pinggang, dan saringan air. Berikut ini pembahasan secara lanjut mengenai alat-alat kebutuhan bhikkhu.

Mangkok (Patta)


Patta (mangkok) bhikkhu
Patta (mangkok) bhikkhu
Mangkok adalah salah satu alat kebutuhan yang wajib dimiliki oleh seorang bhikkhu. Seseorang yang ingin di-upasampadā (ditahbiskan menjadi bhikkhu) hendaknya telah memiliki patta atau mangkok. Ada dua jenis mangkok yang diperkenankan oleh Buddha, yaitu mangkok yang terbuat dari tanah liat dan besi.


Ada sebelas jenis mangkok yang tidak diperkenankan oleh Buddha. Kesebelas jenis mangkok tersebut adalah mangkok yang terbuat dari emas, perak, batu permata, batu berharga, mutiara, gelas kaca, tembaga, kuningan, timah, seng, dan kayu. Mangkok dari emas dan perak tidak diperbolehkan karena tidak pantas digunakan oleh bhikkhu. Mangkok dari batu permata, batu berharga, dan yang dihias dengan mutiara, juga tidak cocok digunakan oleh bhikkhu. Mangkok dari gelas kaca akan mudah pecah dan membahayakan hidup bhikkhu jika sampat pecahan itu tertelan. Mangkok dari tembaga, kuningan, timah, dan seng akan beroksidasi jika terkena makanan yang bersifat asam sehingga meningkatkan kadar racun dalam makanan. Mangkok dari kayu juga dilarang karena mangkok dari kayu akan susah dibersihkan. Bahkan sisa makanan bisa meresap ke dalam pori-pori kayu dan menyebabkan jamur serta racun.

Ukuran standar mangkok bhikkhu pada zaman sekarang adalah 27,5 inchi. Sedangkan jika mengacu kepada cerita-cerita Buddha pada masa lampau, mangkok terdiri dari tiga ukuran yaitu ukuran kecil, sedang, dan besar. Mangkok kecil berukuran seperti gayung, sedangkan untuk mangkok sedang adalah dua kali lipat mangkok kecil. Demikian pulda dengan ukuran mangkok yang besar adalah dua kali lipat ukuran mangkok sedang.

Seorang bhikkhu hanya boleh memiliki satu mangkok saja. Jika terdapat mangkok tambahan, maka mangkok tersebut hanya boleh disimpan tidak lebih dari sepuluh hari. Mangkok hanya dapat ditukar dengan mangkok yang baru apabila mangkok telah memiliki lima lobang (berarti juga memiliki lima tambalan), mangkok retak sepanjang sepuluh inchi, atau jika mangkok telah terbelah.

Mangkok yang dipakai pada zaman Buddha, kebanyakan adalah mangkok yang terbuat dari gerabah. Mangkok yang demikian itu sangat rentan dan mudah pecah. Oleh karena itu para bhikkhu harus menyimpan mangkoknya dengan hati-hati. Para bhikkhu tidak boleh menaruh mangkok di tempat yang menyebabkan mangkok itu mudah jatuh dan mangkok tidak boleh diletakkan menghadap ke atas di tempat yang kasar atau tidak rata.

Buddha memperkenankan para bhikkhu memiliki kain khusus untuk menyimpan dan membawa mangkok yang digunakan seperti tas. Buddha juga mengizinkan para bhikkhu memiliki tatakan kayu untuk menaruh mangkok agar tidak menggelinding ketika diletakkan di atas lantai.

Kain Duduk (Nisīdana)
Kain yang tidak dipakai untuk membuat jubah, dapat digunakan untuk membuat peralatan pribadi. Salah satu peralatan pribadi seorang bhikkhu adalah nisīdana atau kain duduk. Kain duduk ini juga memiliki aturan-aturan mengenai ukuran yang diperbolehkan. Seorang bhikkhu diperbolehkan untuk memiliki haya satu nisīdana.

Ukuran nisīdana atau kain duduk adalah panjang maksimal dua bentangan tangan dan lebar maksimal adalah satu setengah bentangan tangan. Nisīdana harus dibuat dengan garis batas. Ada tiga garis batas yang ada di nisīdana dan bagian keepat adalah inti dari nisīdana itu sendiri. Berikut ini gambar untuk menjelaskan lebih detail bentuk dari nīsidana.

Gambar 1.Bentuk nisīdana 1
Keterangan:
1. Inti dari nisīdana. 2. Tiga garis batas nisīdana dipotong dengan ukuran yang sama.


Gambar 2. Bentuk nisīdana 2
Keterangan:
1. Inti nisīdana. 2. Garis batas besar. 3. Garis batas kecil.


Gambar 3. Bentuk nisīdana 3
Keterangan:
1. Inti nisīdana. 2. Garis batas besar. 3. Garis batas kecil.

Gambar di atas menunjukkan bahwa kain bahan nisīdana harus dipotong menjadi empat bagian. Satu bagian untuk membuat inti dari nisīdana, sedangkan tiga bagian sisanya adalah sebagai garis batas atau pinggiran nisīdana. Empat bagian tersebut kemudian dijahit bersama membentuk sebuah kain duduk bagi para bhikkhu.

Nisīdana adalah salah satu alat kebutuhan yang diperkenankan oleh Buddha sebagai tambahan. Seorang bhikkhu tidak boleh berdiam tanpa nisīdana lebih dari empat bulan. Dengan demikian, seorang bhikkhu boleh tinggal di suatu tempat tanpa menggunakan nisīdana untuk sementara waktu tetapi tidak boleh melewati periode empat bulan.

Untuk peralatan lainnya yang terbuat dari kain, tampaknya tidak ada pembatasan baik dalam hal jumlah dan ukuran. Misalnya saja seorang bhikkhu diperkenankan untuk memiliki kain alas tidur atau sprei (paccaṭṭharaṇa), kain untuk mengelap mulut (mukkhapuñchana), dan kain untuk membawa mangkok. Namun biasanya para bhikkhu hanya memiliki satu buah untuk semua jenis kain tersebut.

Seperangkat Jarum dan Benang
Jarum dan benang adalah peralatan yang dibutuhkan oleh para bhikkhu.
Jarum dan benang
Jarum dan benang adalah peralatan yang dibutuhkan oleh para bhikkhu. Peralatan ini berguna untuk menjahit bahan jubah maupun memperbaiki jubah yang rusak yang masih dapat diperbaiki. Para bhikkhu diperbolehkan untuk menyimpan jarum dan benang di dalam sebuah kota. Namun, kotak penyimpanan jarum dan benang itu tidak boleh terbuat dari tulang belulang, gading, atau tanduk. Kotak penyimpanan yang dapat dihunakan adalah kota kayu atau logam tanpa ada ukiran dan hiasan.

Ikat Pinggang
Terdapat dua jenis ikat pinggang yang dipperboleh kan oleh Buddha. Pertama adalah ikat pinggang yang pipih, biasanya terbuat dari kain. Kedua adalah ikat pinggang yang bentuknya seperti tali. Ikat pinggang yang digunakan hendaknya ikat pinggang yang sederhana dan tidak dipintal dengan indah menggunakan hiasan-hiasan.

Saringan Air
Saringan air bisa saja terbuat dari sepotong kain yang dirangkai dengan suatu benda yang berbentuk silinder, misalnya dengan batang bambu. Saringan air dalam bentuk yang lain juga diperkenankan sepanjang hal itu adalah sederhana dan fungsinya adalah benar-benar untuk menyaring air.

Para bhikkhu yang hendak pergi jauh harus membawa serta saringan air. Karena para bhikkhu harus menyaring air yang hendak diminum terlebih dahulu untuk membebaskan air dari binatang kecil dan memurnikan air. Jika seorang bhikkhu pergi tanpa membawa saringan air, maka ia bisa meminjamnya kepada bhikkhu yang lain.

Peralatan Lainnya
Seiring dengan perkembangan zaman, Buddha memperkenankan penggunaan alat kebutuhan lainnya bagi para bhikkhu. Misalnya saja pisau cukur, sandal, dan payung. Semuanya akan dibahas sebagai berikut.

Pisau cukur adalah pisau yang berguna untuk mencukur rambut kepala. Oleh karena itu, pisau cukur tidaklah dipandang sebagai senjata. Pisau cukur biasanya dilengkapi dengan alat pengasah dan sarung penyimpanan pisau cukur. Peralatan ini diperbolehkan untuk dimiliki oleh seorang bhikkhu sebagai peralatan pribadi.

Sandal adalah alas kaki yang dapat digunakan oleh para bhikkhu yang hendak melakukan perjalanan. Namun, terdapat beberapa peraturan tentang penggunaan sandal. Para bhikkhu tidak diperkenankan mengenakan sandal yang memiliki hak (tumit). Para bhikkhu juga tidak boleh menggunakan sandal yang terbuat dari barang berharga seperti emas dan perak atau yang dihias dengan batu-batu berharga. Para bhikkhu hanya boleh menggunakan sandal yang tidak memiliki hak (tumit) dan dibuat sederhana.

Penggunaan payung telah diperbolehkan oleh Buddha. Hal ini untuk membantu melindungi para bhikkhu dari cuaca. Para bhikkhu dapat menggunakan payung jika hujan agar jubah yang dikenakan tidak basah. Terdapat larangan penggunaan payung jika para bhikkhu yang sehat sedang berjalan di tempat penduduk dalam cuaca yang normal. Payung yang diapai juga harus payung sederhana dan tidak memiliki warna yang mencolok.

Simpulan
Para bhikkhu memiliki peralatan kebutuhan wajib yang harus dipenuhi. Bahakan peralatan tersebut adalah syarat peralatan minimal yang harus dilengkapi ketika seseorang ingin ditahbisakan menjadi bhikkhu. Peralatan tersebut adalah tiga jenis jubah, mangkok, kain duduk, ikat pinggang, jarum dan benang, serta saringan air.

Namun seiring dengan perkembangan zaman, peralatan kebutuhan bhikkhu juga berkembang. Buddha juga memberikan perkenan terhadap barang-barang kebutuhan tersebut. Misalnya saja seorang bhikkhu boleh memiliki secara pribadi pisau cukur, sandal, dan payung. Hal-hal tambahan ini bisa dipergunakan hanya jika memang digunakan sesuai fungsinya dan dalam bentuk yang sederhana.

Referensi
Vajirañāṇavarorasa, Somdet Phra Mahā Samaṇa Chao Krom Phrayā. 1973. The Entrance to The Vinaya, Vinayamukha Volume Two. Bangkok: Mahāmakut Rājavidyālaya Press.

Simpan file ini dalam bentuk Pdf file: DOWNLOAD


No comments:

Post a Comment