Thursday 27 February 2014

PERATURAN BHIKKHU TENTANG CARA MENGATUR BADAN JASMANI

ensiklopedia-buddhadhamma.blogspot.com
Achan Mun, bhikkhu yang terkenal
dengan kesederhanaannya.
Tujuan utama kehidupan seorang bhikkhu adalah untuk mencapai tingkat spiritualitas yang lebih tinggi. Namun, dalam proses pencapaian spiritual tersebut, tentu dibutuhkan banyak faktor pendukung. Salah satunya adalah bagaimana para bhikkhu dapat mengatur perilaku dan badan jasmaninya. Oleh karena itu, para bhikkhu memiliki peraturan-peraturan khusus untuk merawat fisik atau badan jasmaninya. Adapun peraturan-peraturan tersebut dikemukakan dalam penjelasan di bawah ini.

Rambut Kepala
Para bhikkhu tidak diperkenankan memelihara rambut kepala. Rambut kepala tidak diperbolehkan tumbuh lebih dari dua bulan, atau melebihi dua inchi atau dua jari panjangnya. Terdapat dua hal yang perlu dicermati dalam peraturan ini. Pertama, para bhikkhu harus mencukur rambutnya sebelum lewat dari dua bulan, meskipun rambutnya belum sepanjang dua inchi atau dua jari. Kedua, meskipun belum lewat dua bulan, namun rambut telah tumbuh sepanjang dua inchi atau dua jari, maka rambut juga harus dicukur.

Peraturan mengenai batas waktu mencukur rambut ini muncul karena ada beberapa larangan. Pertama, terdapat larangan bagi seorang bhikkhu untuk menata rambutnya sedemikian rupa dengan cara menyisir rambut (baik dengan sisir atau dengan jari-jari). Selain itu bhikkhu juga dilarang menata rambut dengan mengolesi rambutnya dengan menggunakan minyak rambut. Seorang bhikkhu yang tidak dalam keadaan sakit juga tidak boleh memotong rambutnya dengan menggunakan gunting. Dengan demikian, alat yang diperkenankan hanyalah pisau cukur. Yang terakhir, seorang bhikkhu juga tidak diperkenankan mencabut uban yang tumbuh di kepalanya.

Kumis dan Jenggot
ensiklopedia-buddhadhamma.blogspot.com
Petapa yang memelihara jenggot dan kumis.
Para bhikkhu tidak diperkenankan memelihara kumis maupun jenggot. Meskipun demikian, peraturan ini kurang memiliki batasan yang jelas mengenai panjangnya kumis maupun jenggot yang harus dicukur. Namun demikian, peraturan ini hendaknya dipandang sebagai petunjuk agar para bhikkhu berpenampilan yang bersih dan rapi.

Penafsiran lain dari peraturan ini adalah karena adanya tradisi dari petapa-petapa tradisi lain. Kebanyakan petapa dari tradisi lain, memelihara jenggot dan kumisnya hingga tumbuh cukup panjang. Ketika kumis dan jenggotnya telah panjang, petapa-petapa tersebut biasanya menata jenggot dan kumisnya sedemikian rupa sehingga membentuk model atau gaya tertentu.


Kuku
Terdapat larangan bahwa bhikkhu tidak diperkenankan memeliharan kuku untuk dipanjangkan. Kuku jari tangan maupun jari kaki harus senantiasa dipotong jika telah mulai panjang. Jika kuku tersebut kotor, bhikkhu tetap boleh membersihkan kukunya sampai bersih dengan cara yang wajar.

Jika mengacu pada peraturan yang mendasar, seorang pabbajita tidak diperkenankan bersolek atau berdandan. Dengan demikian, para bhikkhu juga tidak diperkenankan untuk menata kukunya dengan cara dipoles sehingga kuku tampak mengkilap. Tidak diperkenankan pula mewarnai kuku dengan bahan-bahan pewarna.

Rambut pada Bagian Tertentu
Rambut pada lubang hidung tidak boleh dibiarkan panjang sampai keluar dari lubang hidung. Para bhikkhu harus memotong atau mencabut rambut yang panjangnya sampai keluar dari lubang hidung. Meskipun dalam ilmu pengetahuan dijelaskan bahwa rambut pada lubang hidung bermanfaat untuk menyaring udara yang dihirup, rambut hidung yang keluar tidaklah pantas dipelihara. Dengan demikian, peraturan ini adalah untuk menjaga agar rambut hidung tidak sampai terlalu panjang.

Rambut dibagian-bagian tertentu, seperti dibagian tubuh yang tertutup jubah, tidak diperbolehkan dicukur maupun dicabut. Rambut pada bagian tertentu tersebut boleh dicukur sebagai pengecualian hanya bila dalam keadaan sakit. Misalnya jika terdapat luka pada bagian tertentu tersebut, maka rambut yang tumbuh boleh dicukur atau dicabut untuk mempermudah mengobati luka pada bagian tubuh itu.

Wajah dan Badan Jasmani
Seorang bhikkhu tidak diperkenankan memoleskan kosmetik atau membedaki wajah maupun tubuh dengan tujuan memperindah diri. Pengecualian diberikan hanya jika dalam keadaan sakit. Jadi seorang bhikkhu yang mengalami sakit kulit dapat memoleskan ramuan obat-obatan untuk menyembuhkan penyakitnya.

Bhikkhu yang tampil mewah tidak sesuai dengan
tujuan hidup pabbajita.
Seorang bhikkhu tidak diperkenankan memakai perhiasan untuk menghias tubuhnya. Kehidupan bhikkhu sangat identik dengan kesederhanaan. Dengan demikian tidaklah layak seorang bhikkhu menggunakan perhiasan yang identik dengan kehidupan mewah. Adapun hal-hal yang dapat digolongkan perhiasan adalah cicin, gelang, kalung, anting, ikat pinggang, maupun aksesoris lainnya, meskipun bukan terbuat dari bahan berharga.

Seorang bhikkhu dilarang menggunakan cermin atau barang lain yang mirip cermin dengan tujuan untuk membantu dalam berdandan. Cermin hanya boleh digunakan dalam keadaan tertentu. Misalnya ketika seorang bhikkhu hendak mencukur rambut, mencabut rambut hidung, atau mencukur kumis dan jenggot, serta mengobati luka di bagian tertentu yang tidak bisa dilihat secara langsung.

ensiklopedia-buddhadhamma.blogspot.com
Petapa telanjang yang masih ada sampai sekarang.
Seorang bhikkhu tidak diperkenankan pergi ke tempat umum tanpa menggunakan jubah. Hal ini lebih mengacu pada peraturan petapa tradisi lain yang mengharuskan untuk telanjang saat berdiam diri maupun pergi ke tempat penduduk. Misalnya saja seperti para petapa telanjang yang sampai saat ini masih dapat diketemukan di daerah-daerah tertentu.

Para bhikkhu diperkenankan tidak memakai jubah hanya jika dalam keadaan tertentu. Misalnya sedang mandi atau sedang berdiam di sauna atau pemandian air panas. Jika tempat pemandian berupa ruang ruangan tertutup, misalnya seperti kamar mandi, maka bhikkhu tersebut harus menanggalkan jubah luar dan menyimpannya di tempat yang aman. Bhikkhu tersebut dapat masuk ke kamar mandi dengan menggunakan jubah dalam saja, kemudian menanggalkan dan menggantungkannya di tempat tertentu kemudian mandi.

Tetapi jika bhikkhu tersebut mandi di tempat terbuka, misalnya di sungai, maka ia harus menanggalkan jubah luarnya di tepi sungai yang sekiranya tidak terkena air. Setelah itu, bhikkhu tersebut melepas ikat pinggang dan meletakkannya di atas, kemudian dengan berjongkok, melepas jubah dalamnya dan melipatnya kemudian meletakkannya di atas jubah luarnya. Setelah hal itu dilakukan, bhikkhu dapat masuk ke dalam air untuk mandi dengan menghadap tempat jubahnya berada sehingga dapat mengawasinya secara langsung.

Jika telah selesai mandi, bhikkhu tersebut dengan hati-hati berjalan ke tepi sungai. Kemudian berjongkok untuk memakai jubah dalam. Setelah jubah dalam terpasang dengan rapi, ia menggunakan ikat pinggang dan mengenaiakn jubah luarnya. Selanjutnya bhikkhu tersebut dapat meninggalkan sungai tempatnya mandi tersebut.

Terdapat peraturan khusus mengenai interval waktu mandi bagi para bhikkhu. Jika dalam keadaan tertentu, bhikkhu berdiam di suatu tempat di mana air sangat sulit ditemukan atau karena ada halangan yang lainnya, bhikkhu tersebut diperkenankan untuk tidak mandi dengan batas waktu tidak lebih dari dua minggu. Hal ini muncul sebagai peraturan temporari bagi para bhikkhu yang dulunya merasa kesulitan karena terganggu Raja Bimbisara, ketika para bhikkhu ingin mandi di pemandian air panas di dekat Rajagaha.

Para bhikkhu tidak diperkenankan menggosok badan ketika mandi dengan benda-benda yang keras yang dapat melukai tubuhnya. Adapun contoh benda-benda yang tidak diperbolehkan untuk menggosok tubuh ketika mandi adalah kayu, tali kasar, pohon, dinding ataupun tiang. Selain itu, untuk mencegah munculnya nafsu, para bhikkhu juga tidak boleh menggosokkan punggungya ke punggung bhikkhu yang lain.

Adapun bahan penggosok yang diperkenankan untuk membersihkan tubuh adalah sehelai kain atau dengan menggunakan telapak tangan. Jika bhikkhu tersebut memiliki bau badan yang tidak sedap, atau memiliki penyakit kulit, dengan tujuan mengobati penyakitnya, bhikkhu tersebut dapat menggosok badannya dengan menggunakan serbuk wangi, ampas kering, ataupun tanah liat. Pada zaman sekarang, sabun mandi dapat digunakan oleh bhikkhu untuk membersihkan tubuh dan mengurangi bau badan.

Terdapat peraturan yang melarang para bhikkhu mengenakan pakaian umat awam. Pakaian umat awam dalam bentuk apapun, seperti celana, baju, topi, maupun kain dengan berbagai warna, tidak boleh dikenakan oleh bhikkhu. Namun, dalam keadaan tertentu, misalnya ketika jubah seorang bhikkhu dicuri seluruhnya oleh pencuri, maka bhikkhu dapat menggunakan kain yang tidak terpakai untuk menutupi tubuhnya. Bahkan jika terpaksa sekali, bhikkhu tersebut dapat menggunakan daun-daun pohon untuk menutupi tubuhnya sembari mencari bantuan kepada bhikkhu lain untuk mendapat jubah pengganti.

Setelah buang air, seorang bhikkhu harus membersihkan tempat tersebut dengan baik. Jika misalnya di tempat itu terdapat air, maka bhikkhu tersebut dapat menggunakan air untuk membersihkan badannya dan menyiram tempat itu. Jika tidak, ia dapat menggunakan kayu yang telah dihaluskan atau benda-benda lain yang tidak kasar untuk membersihkannya. Selain itu, ketika sedang buang air, bhikkhu tidak diperkenankan melakukan aktivitas lain. Misalnya makan, menggosok gigi, ataupun mandi.

Para bhikkhu dilarang melakukan operasi pada bagian tubuh tertentu yang bercelah sempit atau sejarak dua inchi atau dua jari dari bagian tubuh itu. Salah satu contoh bagian tubuh yang sering mengalami gangguan adalah dubur. Misalnya seorang bhikkhu terkena penyakit wasir, maka wasir tersebut tidak boleh dioperasi. Hal yang bsia dilakukan adalah dengan mengobatinya dengan obat tertentu dan membiarkan wasir tersebut sampai terlepas sendiri.

Peraturan ini muncul pada zaman Buddha. Pada zaman tersebut, ilmu pengobatan sudah cukup berkembang. Bahkan para tabib juga sudah mengenal operasi. Namun demikian, alat-alat yang digunakan masih sangat terbatas. Menyadari hal itu, operasi yang dilakukan di bagian tubuh tertentu justru lebih akan membahayakan hidup pasien daripada menyelamatkannya. Oleh karena itu, pada waktu itu terdapat larangan untuk melakukan operasi pada bagian tubuh tertentu. Selain alasan tersebut, luka yang disebabkan operasi pada bagian tubuh yang sempit seperti dubur, sangat susah untuk disembuhkan atau memerlukan waktu yang relatif lama.

Seiring dengan perkembangan zaman, alat-alat kedokteran semakin modern. Dengan demikian, jika memang penyakit tersebut bisa diselesaikan melalui operasi dengan meminimalisir bahaya bagi pasien, akan lebih baik jika dilakukan operasi.

Para bhikkhu dapat menggunakan kayu khusus atau akar-akar khusus untuk membersihkan gigi. Seorang bhikkhu hendaknya juga menjaga kebersihan giginya dengan membersihkannya. Pada zaman dahulu, para bhikkhu biasanya menggunakan potongan kayu tertentu atau akar tertentu untuk dikunyah dengan tujuan membersihkan giginya dari sisa-sisa makanan. Selain itu, bagi bhikkhu yang memiliki penyakit khusus, seperti bau mulut atau sariawan, bisa menggunakan ramuan tertentu, misalnya ramuan dari daun teh, untuk digunakan berkumur. Pada zaman sekarang, sikat gigi dan pasta gigi bisa digunakan oleh para bhikkhu untuk merawat kesehatan gigi.

Para bhikkhu hendaknya menyaring air yang hendak diminum menggunakan saringan air. Air yang diminum harus disaring terlebih dahulu. Tujuannya adalah untuk menghindarkan terminumnya air yang berisi binatang-binatang kecil. Selain itu, air yang disaring tentu lebih murni dan lebih sehat.

Semua peraturan para bhikkhu di atas termasuk dalam abhisamācara. Peraturan tentang cara mengatur badan jasamani tersebut diperlukan agar dapat menunjang kesehatan fisik dari para bhikkhu. Dengan mengatur perilaku dan badan jasmani sesuai dengan peraturan tersebut, diharapkan para bhikkhu dapat menjalani hidup dengan sederhana dan memperoleh ketenangan dan kesehatan fisik.


Referensi:
Vajirañāṇavarorasa, Somdet Phra Mahā Samaṇa Chao Krom Phrayā. 1973. The Entrance to The Vinaya, Vinayamukha Volume Two. Bangkok: Mahāmakut Rājavidyālaya Press.

1 comment:

  1. boleh saya dapat sumber tentang peraturan para bhikhu dalam rambut kumis dan jenggot

    ReplyDelete